17 Apr 2012

Emansipasi Finansial: Jeruk Makan Jeruk

Emansipasi atau kesetaraan adalah hal paling lekat di benak kita saat berbicara soal Kartini. Kebaya, sanggul, dan sandal selop pada peringatan hari Kartini nampaknya hanya menyisakan jejaknya di sekolah dasar dan menengah. Era kebebasan berpikir saat ini menyisakan buah pikiran Kartini terhenti pada makna permukaan. “Pokoknya perempuan dan lakilaki harus setara!” Begitulah statement sederhana yang keluar dari para pengikut Kartini muda yang sedang semangat-semangatnya mengobarkan api emansipasi. 

Statement tersebut ada benarnya, dalam kamus bahasa Indonesia, emansipasi perempuan adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Walaupun pada waktu itu, keberhakan perempuan atas pendidikan yang menjadi konsentrasi Kartini. Saat ini, aksesibilitas perempuan terhadap pendidikan sudah mulai terbuka.Jumlah perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi pun sudah meningkat dari waktu ke waktu. Perempuan- perempuan yang bekerja di kantoran pun sudah tak terhitung jumlahnya. Lantas, apakah misi Kartini telah genap diselesaikan oleh kartini-kartini masa kini?

Kesetaraan. Ya! Kesetaraan yang saat ini masih diperjuangkan oleh perempuanperempuan berpendidikan yang mulai beranjak menjadi ibu muda. Mereka ingin setara dengan suami dalam hal finansial. Fenomena online marketer dan online shoper menjadi salah satu cara perempuan untuk meningkatkan kondisi finansial mereka. Ibu-ibu muda yang cerdas kini memilih tinggal di rumah sambil menjual barang-barang kebutuhan perempuan melalui media internet. Tidak perlu ruko atau lapak di pasar. Mereka dapat menjajakkan dagangannya di dunia maya. Bahkan tidak jarang para online marketer ini merangkap sebagai model pakaian, sandal, dan kosmetik yang mereka jual. Lagi-lagi mereka menghemat biaya membayar model. Selain memangkas biaya operasional, mereka dapat narsis memperlihatkan diri di muka dunia.

Objek atau market online shop ini pun adalah perempuan. Bedanya, para online shoper biasanya adalah ibu-ibu muda yang sibuk bekerja di kantor seharian. Tuntutan pekerjaan yang padat mengharuskan mereka membeli keperluan rumah dengan jarak jauh, teleshoping istilah kerennya. Mereka hanya perlu melihat gambar, memilih barang, menghubungi online marketer, lalu mengirim sejumlah dana ke rekening yang sudah ditentukan. Beberapa hari kemudian barang yang dipesan sudah tiba di rumah. Kualitas barang yang dibeli sudah tidak lagi menjadi prioritas. Kecepatan mendapatkannya yang menjadi fokus.

Dari fenomena ini, betapa banyak uang yang dikeluarkan oleh perempuan masa kini untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Sebaliknya, betapa banyak keuntungan yang diraup oleh online marketer dari sesamanya. Inilah yang saya sebut jeruk makan jeruk. Lebih ketusnya lagi, perempuan bisa menjadi predator ekonomi bagi sesamanya. Online marketer memanfaatkan keterbatasan online shoper. Materialisme kini menjangkiti perempuan berpendidikan.

Melihat fenomena ini saya pernah berujar, “Online marketer itu, tidak sadarkah ia sedang menyuburkan mental konsumerisme bangsa ini?” Lantas, apa kaitannya dengan Kartini? Pada peringatannya, kebaya, sanggul, sendal selop, dan kostum ala Kartini itu memang hanya terhenti di sekolah dasar dan menengah. Namun, pada substansinya, mayoritas perempuan berpendidikan di masa kini justru hanya berputar pada materi-materi kasat yang ditinggalkan Kartini. Pakaian, gaya rambut, kosmetik, sandal dan benda remeh-temeh lainnya seolah menjadi tujuan utama perjuangan kesetaraan finansial dengan laki-laki. Mereka harus mampu memenuhi keperluan gaya hidup tanpa harus menyulitkan suami. Bukankah itu sama bunyinya dengan, “uang dari suami sudah tidak cukup untuk memenuhi hasrat belanjaku!” Berjualan online menjadi salah satu solusinya. Berjualan demi berbelanja,itulah intinya. Setelah berjualan di dunia maya, mereka bisa membelanjakan hasilnya di dunia nyata, bahkan ke luar negeri. Inilah salah satu PR perempuan saat ini. Online marketer harus mampu berjualan sambil mendidik konsumennya cerdas berbelanja dan online shoper harus bijak saat berbelanja. Dengan demikian budaya konsumerisme dapat ditekan tanpa mengurangi semangat entrepreneur perempuan.


by linda handayani



20 komentar:

titin titan mengatakan...

;d

Linda Shabrina mengatakan...

tiada hari tanpa narsis :))

aziz rizki mengatakan...

kayak asibayi.com donk
ga cuma jualan cari duit
tapi juga mengkampanyekan pentingnya ASI ke semua ibu2

Linda Shabrina mengatakan...

nah, itu baru benar beed ^^8

Iwan Yuliyanto mengatakan...

Alhamdulillah, mbak Linda bisa nge-jurnal lagi :)

*saya baca dulu ya

Linda Shabrina mengatakan...

alhamdulilLah setelah ratusan QN gak penting :d

Iwan Yuliyanto mengatakan...

Ini menurutku bahasan yg cerdas, yg jarang sekali dibahas, ketika mengangkat sisi edukasi agar tidak menjadikan konsumerisme menjadi bagian dari budaya.

Kenyataannya kini, banyak sekali yg menjadikan pelanggannya sbg pundi-pundi usahanya, dg gencar menginformasikan produk-produk baru kpd pelanggan tetap-nya, padahal pelanggannya belum tentu butuh untuk saat itu, yg akhirnya tergiur juga setelah mendapat berbagai kemudahan dalam proses pembelian, ia lupa kalo barang sejenis sudah banyak di lemarinya.

Menciptakan suatu peluang mubazir di sisi lain (pembeli), tentu akan membuat Allah SWT tidak ridha. Agar bisnisnya mendapat keberkahan, sudah beranikah para penjual bilang kepada pelanggannya: "mbak, bulan lalu khan sudah beli high heel yg warna merah itu, masak sekarang beli high heel lagi. Ayo, ditabung duitnya!"

Ayo, sanggupkah para penjual bilang seperti itu, dimana pelanggan sudah siap pencet tombol order? :)

Dyah Sujiati mengatakan...

Linda Handayani itu siapa?
Linda Shabrina Handayani?

aziz rizki mengatakan...

my sister is OS too, dia jualannya gamis, jilbab
ada customernya yang shopaholic

dan mbakku pun bilang

"mbak, pekan lalu sudah beli gamis yg itu, masak sekarang beli gamis lagi. Ayo, ditabung duitnya!"

trus ngasi tips untuk penyembuhan shopaholic

dyas chasbi mengatakan...

waahh... makasih banyak kakakk...
bekal buat buka usaha, nih. harus perhatiin apa yang udah kk tulis.

Iwan Yuliyanto mengatakan...

Subhanallah...
Barakallah atas usahanya saudaramu, mbak.
Kalo Allah SWT ridha, insya Allah, banyak pintu rezeki-Nya akan terbuka lebar buat usahanya. Penjual yg baik adalah yg mampu & mau memberikan edukasi, bukan menjerumuskan.

aziz rizki mengatakan...

nah OSnya mbakku ini nih

https://www.facebook.com/hanimaonline

*iklan :p

kalo pengalaman mbkku ngelola OS itu
yang bisa dibilang "salah" adalah customernya
maksudnya penjual tentu saja iklan seperti biasa
(aplod foto, ga menjual kata-kata manis, itu wajar kan cuma aplod foto)
nah customer langsung berebut
"mau ini yah, mau itu yah"
sampe banyak yang ga kebagian
jadi sebagai customer harus bs controling theirself
jangan hanya liat poto di FB langsung ngiler
padahal sebenernya ga butuh
cuma nafsu aja

Linda Shabrina mengatakan...

Dyah: namaku linda handayani dul!

mas iwan: ini curhatan ilmiah hehe.. *Ilmiah sbelah mana ya :d aku juga pengen bikin OS tp yg manfaat. Edukasi k pelanggan memang sepanjang hayat..

nuriska fahmiany mengatakan...

majalahnya aku baca :)

nuriska fahmiany mengatakan...

dua sisi mata uang ya neng, bener2 kita harus pandai mem-filter :)

Linda Shabrina mengatakan...

Teh riska: #uhuk yg jd model :p

Dyah Sujiati mengatakan...

Lha? Trs Shabrina itu siapa?

Linda Shabrina mengatakan...

Dyah: Nama pena.

Bimo Pribadi mengatakan...

nulis di rumah zakat ya?

Linda Shabrina mengatakan...

Thebimz: yups!

Posting Komentar