17 Jun 2012

Membaca JADI Sutardji Calzoum Bachri


Seperti apa yang ia katakan dalam Kredo Puisi , Sutardji membiarkan kata-kata dalam puisinya bebas. Ia membiarkan kata-kata meloncat-loncat sendiri dan menari di atas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mundar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lain karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya. Sutardji hanya menjaga agar kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal (1981:13).

Deklarasi Sutardji atas ciri khasnya membebaskan kata dari maknanya membuat pembaca bebas memproduksi makna yang dibentuk oleh kata tersebut. Tugas pembaca bukan lagi hanya mengapresiasi kata berdasarkan makna yang ia miliki sebelumnya tapi mencari makna baru yang ingin dibentuk oleh kata-kata tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Kristeva (Ahil semiotik).

“Dalam puisi arti tidak terletak di balik penanda (tanda bahasa: kata) seperti sesuatu yang dipikirkan oleh pengarang, melainkan tanda itu (kata-kata itu) manjadikan sebuah arti (arti-arti yang harus diusahakan  diproduksi oleh pembaca” (Premingen dkk,1974:982 dalam Pradopo,2005:150)

Berikut ini salah satu sajak Sutardji (1981:27) yang penuh persejajaran bentuk dan arti. Pengulangan yang terdapat di dalamnya membentuk sebuah irama. Iraman menyebabkan liris dan konsentrasi. Ini adalah makna di luar kebahasaan.

        JADI
tidak setiap derita
                            Jadi luka
tidak setiap sepi
                            Jadi duri
tidak setiap tanda
                            jadi makna
tidak setiap tanya
                            jadi ragu
tidak setiap jawab
                          jadi sebab
tidak setiap seru
                          jadi mau
tidak setiap tangan
                          jadi pengan
tidak setiap kabar
                          jadi tahu
tidak setiap luka
                          jadi kaca
                                       memandang Kau
                                                                   pada wajahku!

Berbicara tentang kebebasan kata dalam menempatkan diri, maka setelah kata-kata tersebut memutuskan untuk bergabung dengan kata lain ia sudah tidak memiliki kebebasan untuk berpindah. Ia sudah tidak memiliki kebebasan untuk mejadi dirinya sendiri karena ia sudah membentuk makna yang ia bangun bersama kata lain. Makna-makna ini diproduksi dengan bebas oleh pembaca. Seperti pada puisi “JADI” di atas. Berdasarkan pendapat Kristeva, ia dapat diapresiasi atau dimaknai dengan berbagai cara. Dalam analisis ini penulis menerjemahkan puisi ini sebagai berikut :

//Memandang Kau/pada wajahku/ JADI/ tidak setiap derita jadi luka//

Jika melihat kasih sayang Kau yang terdapat pada diri ku sebagai manusia akhirnya ku akan tersadar atas keagungan-Mu hingga tidak setiap duka yang aku alami melukai hati ku. 

//Memandang Kau/pada wajahku/JADI/tidak setiap sepi/jadi duri//

Jika melihat keramaian, kebahagiaan  yang Kau berikan pada diri ku, aku akan tersadar akan kasih-Mu hingga tidak setiap sepi, (kesendirian, hal yang menyakitkan) serasa duri.

//Memandang Kau/ pada wajahku/JADI/tidak setiap tanda/jadi makna//

Memandang (kemuliaan) Kau di wajahku akan ditemukan bahwa tidak setiap tanda yang diramalkan oleh manusia akan menjadi makna yang disimpulkan oleh manusia. Karena Kau memiliki kata JADI.

//Tidak setiap tanya/ jadi ragu//

Tidak setiap pertanyaan akan keberadaan-Mu akan membuat aku ragu akan keberadaan-Mu.

 //Tidak setiap jawab/jadi sebab//

Tidak setiap apa yang aku usahakan di dunia ini jadi sebab apa yang terjadi di muka bumi ini. Contohnya tidak semua keberhasilan yang diraih di muka bumi ini berdasarkan apa yang  diusahakan manusia.

 //Tidak setiap seru/jadi mau//
Tidak setiap seruan untuk membuat aku menjauhi-Nya membuat aku mau mengikuti seruan itu karena tidak semua seruan menuju ke arah-Nya.

//Tidak setiap tangan/jadi pegangan//

Tidak setiap hal yang diusahakan dapat menjadi penyebab apa yang diraih. Hanya kepada-Nyalah kita (manusia) bergantung.

//Tidak setiap kabar/jadi tahu//
Tidak setiap berita yang dikabarkan tentang-Nya membuat aku tahu akan diri-Nya.

//tidak setiap luka/ jadi kaca//memandang Kau pada wajahku!//
Tidak setiap luka (musibah) yang Ia berikan pada manusia akan menjadi kaca (pada mata). Maksudnya tidak semua luka akan membuat mata kberkaca-kaca atau menangis atau bersedih.
 
Baris pertama sampai baris ke delapan belas puisi “JADI” adalah pengulangan kondisi yang terkadang tidak memiliki hubungan kausalitas antar kondisi / kata-kata tersebut apabila kita telah melihat Tuhan pada wajah kita. Wajah adalah citraan paling kuat yang mewakili diri manusia. Kata wajahku paling tepat mewakili manusia karena bukan manusia jika diri seseorang tidak memiliki wajah. Wajah adalah kehormatan bagi seorang manusia. Wajah adalah sesuatu yang mewakili pertemuan manusia dengan Tuhan. Dalam bacaan sholat terdapat kalimat “Inni wajahtu wajhialillahi..” ‘sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhanku.’ 

Wajah adalah cerminan diri maka apabila kita melihat kembali karunia Tuhan yang terdapat pada diri kita (manusia) maka manusia akan berserah pada Tuhan. Manusia akan berserah pada Tuhan karena Tuhan memiliki kata “JADI .“ Dalam bahasa arab padanan kata ini adalah KUN. Kata ini terasa lebih berenergi dalam bahasa Arab. Kita sering mendengar kalimat “Kun! fa yakun” ‘jadi! Maka jadilah!’ Kalimat ini adalah representasi bahwa Tuhan Maha berkehendak. Oleh karena itu, tidak setiap hal mengakibatkan hal lain yang menurut kita punya hubungan kausalitas antar keduanya jika Tuhan tidak menghendakinya.

Jika memang kata-kata dalam puisi ini bergerak sendiri untuk membentuk puisi, terlihatlah dengan jelas bahwa keagungan Tuhan, kemahaberkehendakan Tuhan diakui oleh semua mahluk di muka bumi ini termasuk kata. Tuhan dalam bahasa arab berarti illah yang kata tersebut lalu berganti bentuk menjadi Allah. Merugilah orang yang masih sombong dan tidak meyakini kebenaran agama yang dilindungi oleh Allah.





*tugas KSKU semester akhir. analisis sederhana sekali

** gambar dari sini

0 komentar:

Posting Komentar