13 Mei 2012

Membaca Ulang Kaca Spion dan Masa Lalu


Spion dalam Konvensi

Jika hidup diumpamakan dengan sebuah perjalanan, kisah hidup kita adalah sebuah mobil yang sedang kita kendarai. Sudah menjadi sebuah pemahaman umum bahwa masa lalu diidentikkan dengan kaca spion, masa kini dan masa depan diidentikkan dengan kaca besar yang kita pandangi di depan. Kaca spion diciptakan kecil karena melihat masa lalu hanya cukup sesekali saja. Akan sangat berabe jika kaca spion diciptakan dalam bentuk yang menyaingi kaca depan mobil kita. Kita akan sibuk melihat ke belakang dan tidak akan pernah berani maju. Sebaliknya, kaca depan mobil kita diciptakan besar karena inilah realitas yang sebenarnya. Yang harus kita hadapi adalah masa kini. Kaca depan diciptakan besar agar kita tahu detail apa yang harus kita lakukan terhadap masa depan. Demikianlah konvensi dasar tentang kaca spion dimetaforkan.


Bukan Masa Lalu Tapi Rival Perjalanan

Beberapa saat lalu, dalam sebuah perjalanan di jalan TOL, mata saya terfokus pada kaca spion. Saya amati supir yang sedang mengendarai mobil. Sesekali ia melihat spion sebelah kiri, dan kanan. Pada saat mengemudi, kaca spion kiri dilihat untuk mengetahui adakah mobil lain yang berkemungkinan tertabrak apabila mobil yang kita kendarai akan merapat stabil ke lajur kiri. Sebaliknya, kaca spion kanan dilihat untuk mengetahui adakah mobil yang berkemungkinan tertabrak apabila mobil akan dilajukan lebih cepat di lajur kanan.  Dengan demikian, yang menjadi pusat adalah mobil-mobil lain yang ada di sekitar perjalanan kita, bukan jalan yang telah kita lalui sebelumnya. Lantas, masih benarkah metafora kaca spion sebagai wakil masa lalu?

Saat mengendarai mobil, kita melihat kaca spion bukan untuk melihat jalan yang ada di belakang kita sebagai sesuatu yang pernah kita lalui bukan? Kita tidak pernah ambil peduli dan berkata “oh, jalan itu pernah saya lalui.” Kita tidak pernah ambil peduli dengan mobil-mobil yang sudah kita salip di belakang. Kita hanya mengamati, berhati-hati terhadap mobil yang mungkin tertabrak atau bahkan menyalip kita. Dari pembacaan ini, kaca spion tidak berkorelasi dengan masa lalu. Ia justru berkorelasi dengan saingan-saingan atau kasarnya bisa kita sebut rival seperjalanan kita. Saingan atau lawan ini bisa manusia atau tantangan-tantangan yang lahir dari diri pribadi atau berbagai pihak.

Masukan dan Persepsi Orang Lain

Kaca spion adalah ringkasan sesuatu yang takterjangkau oleh pandangan mata kita. Ia hadir realtime dan yang kita saksikan di kaca spion pun realtime. Bahkan, pada sebuah spion ada tulisan, “object in the mirror are closer than they apper.” (baca: objek dalam cermin lebih dekat dari aslinya). Realitas yang realtime itu dibuat lebih dekat dan lebih ringkas dari apa yang mungkin kita lihat dengan pandangan mata.  Saat saya tanyakan kepada supir tentang spion mana yang lebih ia pentingkan antara yang kiri dan kanan, ia berkata “bagi saya, spion kanan lebih penting.” Spion kiri untuk melihat kondisi jalan dan kendaraan di jalur kiri ketika akan berjalan santai di jalur kiri. Spion kanan digunakan untuk melihat adakah mobil yang berkemungkinan tertabrak atau menghalangi kita di lajur kanan ketika akan melaju. Yang jadi pusat dari kaca spion tetap masa depan. Spion kanan menjadi penting karena ia membantu mobil melaju lebih cepat di lajur kanan. Spion atas pun demikian. Ia tidak diciptakan untuk melihat lekat jalan yang kita telah lalui. Dia digunakan untuk melihat adakah mobil yang akan tertabrak atau akan menyalip kita. Gambar yang ada pada spion memberi kita referensi untuk tetap di lajur kiri atau melaju ke lajur kanan. Jika merasa takaman melaju, kita pasti memilih tetap di lajur kiri. Jika merasa ada peluang untuk mempercepat perjalanan, kita memilih lajur kanan.

Dari sini kita dapat menganalogikan spion sebagai masukan dari orang lain di sekitar kita. Dalam hidup, spion seperti kritik, pandangan orang lain tentang sisi hidup yang luput dari perhatian kita. Ia terlihat lebih dekat dan lebih ringkas. Orang lain memang tidak tahu detail kita. Mereka hanya tahu kita dari apa yang kasat di mata mereka. Kritik dan masukan dari mereka seperti pantulan gambar yang ada pada spion. Kita bebas menyikapinya. Jika merasa masukan itu memberi sinyal bahwa melanjutkan sebuah keputusan takaman untuk masa depan, kita bisa menangguhkan langkah dan tetap pada posisi awal. Namun, jika masukan atau kritik memberi gambaran keberhasilan, kita dapat melanjutkan langkah dan maju terus. 

Putusan Ada Pada Kita bukan Pada Spion

Dalam kaca spion, kita melihat segala sesuatu secara terbalik. Mobil yang melaju dari belakang seolah datang dari depan dalam spion. Namun, kita sudah memiliki konvensi bahwa yang terlihat datang dari depan, sebenarnya ia datang dari belakang.  Spion sejajar dengan kaca besar yang ada di hadapan kita. Bedanya, kaca depan adalah realitas dan kaca spion adalah hal-hal yang bisa mendukung kita dalam menghadapi realitas itu dengan lebih cepat. Kaca spion adalah persepsi baru tentang sesuatu. Ia adalah sesuatu yang ada di luar diri kita. Dalam hidup, spion seperti persepsi orang lain tentang kehidupan kita, tentang kita, atau tentang masa depan kita. Namun, yang memutuskan sikap atas persepsi, masukan, kritik dari orang lain tetap diri kita sendiri. Ia hanya pemantik, seberapa besar api yang akan dihasilkan, semua ada di tangan kita.

Dengan demikian spion bisa melahirkan pandangan kita tentang tantangan hidup. Ia melahirkan pandangan kita tentang bagaimana menghadapi kaca besar di depan kita yang bernama masa depan. Persepsi orang yang berupa masukan, kritik, cacian bisa kita kapitalisasi menjadi sebuah energi untuk mewujudkan cita-cita. Rasanya akan sama dengan ketika kita berhasi menyalip atau melalui satu demi satu mobil yang ada di samping kiri atau kanan kita. Rasanya akan sama dengan ketika kita berhasil melihat jalan kosong di depan kita setelah berhasil melalui satu persatu mobil yang menghalangi jalan kita. 

Tidak jarang ada orang yang melepas kaca spion kendaraannya. Ini dilakukan oleh pengguna motor biasanya. Orang-orang yang demikian bernyali besar menghadapi perjalanannya di jalan raya. Namun, banyak orang yang perjalanannya tersendat karena tidak ada spion. Inilah yang menjadi bukti bahwa persepsi orang lain terhadap kita dan kehidupan kita juga penting. Masukan, kritik, cacian, adalah sesuatu yang bukan pusat tapi tetap harus ada dalam kehidupan kita. Bila kita merasa takmembutuhkan itu, berarti kita sudah merasa bernyali besar untuk menghadapi hidup dan meraih cita-cita sendirian tanpa pemantik dari orang lain. Kita bebas memilih: menggunakan spion atau melepasnya. []





*Mendekonstruksi konvensi memang sulit, sesulit menulis jurnal ini agar dapat dipahami. Afwan jika masih sulit dipahami 
**foto dari sini

8 komentar:

Heru Nugroho mengatakan...

(@,@)?
Pucink ea kakaak

Linda Shabrina mengatakan...

Heru: kok kamu lulus stan ya? :p

Penasulung sulung mengatakan...

:))))))))))))

Heru Nugroho mengatakan...

>.<'
saya lulus cuma bermodal tampang...
#eaa

Linda Shabrina mengatakan...

Heru: tampang memelas? Hmm.baiklah. :))

titin titan mengatakan...

:))

tuampaaang

nuriska fahmiany mengatakan...

kaca spion buat ngaca, liat muka apakah masih oke apa tidak :P

Linda Shabrina mengatakan...

tah, eta pisan ciri orang narsis :p

Posting Komentar