29 Mei 2012

Menikah: Berjuang Bersama

Beberapa waktu lalu saya mengobrol dengan salah satu teman yang baru resign dari pekerjaannya. Alasan terbesarnya berhenti bekerja adalah keterpisahannya dengan sang istri. Menurut saya keputusannya memang sangat tepat. Bayangkan, teman saya ini bekerja mobile Yogyakarta-Solo-Semarang-Surabaya. Dalam sepekan atau dua pekan, empat tempat itu harus ia sambangi. Tentu sangat sedikit waktu yang dapat ia isi bersama istrinya yang tinggal di Yogyakarta. Belum lagi sang istri adalah pegawai negeri yang sama-sama sering melakukan perjalanan dinas. Ada di mana kebersamaan yang menjadi tujuan utama pernikahan saat itu? Akhirnya ia memuntuskan untuk bekerja di Yogyakarta.


Beberapa pekan setelah ia resign, saya bercakap lagi dengan sahabat saya ini. Dia bercerita bahwa dalam sepekan ia akan melaksanakan turing Bandung-Jakarta. Dalam percakapan itu ia berujar, “Lagi lobi biar nyonya bisa diajak,” ujarnya. Ternyata keterpisahan itu tidak hanya disebabkan oleh pihak suami tapi juga oleh pihak istri. Pun ketika sang suami sudah resign, mereka belum bisa bersama karena sang istri masih terikat dengan rutinitas pekerjaan. Walaupun hasilnya tidak sama persis dengan harapan, mungkin paling tidak kebersamaan itu sudah diupayakan dan intensitas pertemuan bisa lebih banyak ketimbang ketika teman saya masih bekerja di tempat yang lama.


Pada waktu yang tidak lama saya juga bercakap dengan teman lain yang baru menikah dan sedang menjalankan studi magister di Malaysia. “Apa kabarmu dan istri? Sudah kembali ke Malaysia?” tanya saya. “Alhamdulillah baik. Ane sudah di Malaysia, istri sudah kembali ke Indonesia” Ujarnya. “Ho.. jadi istrimu nggak diajak ke sana?” saya bertanya lagi. “InsyaAllah sedang diikhtiarkan,” ujarnya.


Dua kisah ini dialami oleh dua teman saya yang baru menikah dan posisinya sebagai suami. Mereka mengusahakan kebersamaan dengan beberapa cara yang dapat diusahakan.


Kisah yang lain saya dapat dari teman halaqah yang tentu posisi mereka sebagai istri. Teman saya yang satu ini tinggal di Bandung dan suaminya bekerja sebagai pelaut. Selama 6 bulan suaminya melaut, setelah itu mendapat libur 2 bulan. Jadi, dalam 1 tahun mereka memiliki kesempatan bersama selama 4 bulan. Keterpisahan mereka jauh lebih lama ketimbang kebersamaan mereka. Sebagai seorang istri, teman saya bersedia ditinggalkan oleh suaminya yang sedang berikhtiar melaksanakan kewajibannya mencari nafkah untuk keluarga. Berdasarkan dua contoh sebelumnya, saya yakin suami teman saya ini pasti juga sedang mengusahakan pekerjaan lain yang dapat meminimalkan keterpisahan mereka.

***

Menikah itu berjuang bersama bukan hanya hidup bersama. Inilah simpulan sederhana yang saya dapat dari pengalaman tiga teman saya. Diusahakan sekeras apapun, keterpisahan itu pasti tetap ada. Saat benar-benar hidup bersama Senin – Minggu pun, seorang suami pasti berpisah dengan istrinya ketika bekerja. Sang suami pasti bekerja di kantor minimal dari pukul 08.00 s.d. 16.00. Jika pun sang suami adalah pembisnis, tetap saja ia harus melakukan marketing keluar rumah, tidak selamanya ada di rumah dan berkumpul bersama istri dan anak. Saya jadi teringat dengan ayah yang seorang pembisnis. Pusat bisnis ayah saya memang di rumah. Namun, tetap saja ada masanya ayah harus pergi ke luar rumah seharian. Ini menjadi bukti bahwa pada jenis pekerjaan apapun, keterpisahan pasti ada.


Begitupun sang istri, ada masanya ia mengantar anak ke sekolah atau bahkan menunggu anak disekolah. Ada juga masa ketika istri berbelanja sendiri tanpa perlu ditemani sang suami. Belum lagi biasanya lelaki mudah bosan dan enggan menemani istrinya berbelanja. Ini juga dapat kita kategorikan sebagai keterpisahan bukan? Ketika benar-benar bersama pun, suami-istri tentu tidak bisa terus menerus “gelendotan” berdua. Pasti akan muncul keterpisahan di antara mereka.


Kondisi di atas masih berkaitan dengan kehidupan keluarga pada umumnya. Tentu berbeda bagi keluarga-keluarga yang meniatkan pernikahannya sebagai keluarga da’wah. Ada masanya seorang suami harus mengisi halaqah. Ada masanya sang istri harus mengisi jalasah ruhiyah. Belum lagi daurah, mukhayyam, dan acara-acara yang berkaitan dengan kepentingan da’wah lainnya. Tentu amanah-amanah tersebut menuntuk hadirnya keterpisahan bukan? Keridhaan untuk ditinggalkan dan berjuang di ranah masing-masing adalah sesuatu yang harus disiapkan. Kebersamaan tidak lagi menjadi tujuan utama pernikahan. Berjuang bersama menjadi sesuatu yang diprioritaskan.


Di pondok Maqdis, kami dididik oleh Ustadz Saiful Islam dan Ummi Erna. Subhanallah, dalam sepekan ustadz mengisi kajian di beberapa radio, di televisi lokal, dan bahkan menjadi pembimbing umrah yang tentu ikut berangkat umroh. Beberapa waktu ini beliau mengisi daurah Quran di Brunai Darussalam. Tentu Ummi tidak ikut bepergian. Ia menjadi pemimpin rumah tangga di rumah, menggerakkan roda perekonomian rumah tangga. Tagihan listrik, telpon, keperluan dapur semua manajemen keuangannya diatur oleh ummi. Pihal-pihak luar yang akan mengundang ustadz untuk mengisi acara pun menghubungi ummi. Jadwal harian ustadz diatur oleh ummi. Belum lagi dalam sebulan ustadz bisa membimbing umarah dua kali. Ia lebih banyak beraktivitas di Makkah dan Madinah ketimbang di Indonesia. Kondisi ini pun melahirkan keterpisahan bukan?

***

Setiap orang punya kecemasan masing-masing, takterkecuali saya. Harus mengajar 3 tahun di universitas yang ditentukan DIKTI adalah sesuatu yang melahirkan keseraman tersendiri di benak saya. Mana ada suami yang mau ditinggal-tinggal oleh istrinya. Alih-alih bersedia menjadi suami, ikhwan-ikhwan pasti menolak sejak membaca proposal yang berisi pernyataan tentang keterpisahan ini. *ngenes banget bayangannya ahaha! Inilah kekhawatiran saya awalnya. Mana ada suami yang mau mengalah dengan terkesan “menguntit” istrinya. Di mana-mana, istri yang ikut suami bukan suami yang ikut istri. *jedeeeng!


“Tapi kan Allah Swt nyiptain satu orang spesial buat kamu Nda! Dia pasti mau nemenin kamu ke mana ajah.” Eciye ciyeee! Hati kecil saya membagi kegembiraan. Suami saya bukan orang yang menikah untuk kebersamaan. Dia meminang saya untuk sebuah perjuangan. Menikah itu bukan hanya untuk hidup bersama tapi juga berjuang bersama. Biarlah kami terserak di dunia tapi bisa bersama selamanya di surga Aamiin. Husnudzhan itu indah ^^9


*dari sini
** gambar hasil googling :D

24 komentar:

titin titan mengatakan...

baiklaah *ngerjain PR dirisendiri ;d

Cinderellanty Chan mengatakan...

Berjuang bersama dan tinggal bersama tentu indah banget ya^^
Tp klo masih harus memperjuangkan kebersamaan ya tidak apa asalnya dua2nya rido dgn komitmen di awal

Btw ustadz saiful islam + ummi erna itu lucu, yg satu kalem ke-ustadz2-an yg satu cereweeeeeeeet dan rame bnaget heheee jadi inget jaman kuliah...
Temen kosku mutarobbinya ummi erna dijodohin sm binaannya ustadz saiful heheee mirip karakternya kayak ustadz+ummi :D

Linda Shabrina mengatakan...

iyaaa! cepet kerjain :p

Linda Shabrina mengatakan...

bangeeeet! Ummi Erna itu Subhanallah.. Beliau itu ngajarin aku bahwa Islam itu ada di rumah, bisa turun ke bumi. Beliau ramaaah banget ke setiap orang..

dyas chasbi mengatakan...

hehe
semoga semua indaah.....

firsty chrysant mengatakan...

Nice Mba... ^_^

Linda Shabrina mengatakan...

Aamiin ^^9

Linda Shabrina mengatakan...

husnudzah itu selalu berakhir nice hehe ^^9

aziz rizki mengatakan...

aku melihat langsung dua keadaan tersebut, yang berjuang bersama dan hidup bersama
semua ada seninya sendiri ^^
itu pilihan
dan setiap pilihan pasti ada konsekuensinya
hoho

Linda Shabrina mengatakan...

takdir orang takselalu harus sama, dan Tuhan menghendaki aku berbeda dari yang biasa. Bersama itu di surga insyaAllah.. ^^9

Heru Nugroho mengatakan...

Udah sering bgd denger dan lihat hal ini, maklum anak STAN kerjanya mpe pelosok negeri...

Linda Shabrina mengatakan...

iyah.. biasa ya dik.. *adiiiik :))

Ayudiah Respatih mengatakan...

kalo saya mana tahan hehehe.. harus tinggal serumah pokonya, ga kuat kangeeen...:D

Linda Shabrina mengatakan...

Allah kan ngasih ujian sesuai kemampuan kita teehh.. ^^

Ayudiah Respatih mengatakan...

iya betul betull..
*dulu saya setahun tuh LDR makanya ga mau lagi hihi

Linda Shabrina mengatakan...

nanti aku gimana yaaa??? Bismillah aja ^^9

Farid Asbani mengatakan...

iya, berjuang untuk tujuan yang sama...
Dari semula 4 orang penghuni kos di tempat an, 2 orang berjauhan dengan istri mereka. Dan agaknya itu menular. Satu orang lagi akan mengambil jalan yang sama..

Linda Shabrina mengatakan...

seperti penyakit, menular hehe.. ciyeee simbah juga ketularan bentar lagi?

*ngumpet :D

Farid Asbani mengatakan...

lah, kan masih ada satu orang yang belum disebut.

Linda Shabrina mengatakan...

Simbah: katanya nular, jd keberapapun simbah tetep ketularan dwong :p

*mlayu

titin titan mengatakan...

sepertinya bener kata unin, bakal nular ke antm ;d

Farid Asbani mengatakan...

amiinn.... *lhoh

nuriska fahmiany mengatakan...

hayuu atuuh

Linda Shabrina mengatakan...

mangga teteh tipayun ^^

Posting Komentar