19 Jun 2012

Ada Apa Dengan [ Hujan Bulan Juni - SDD ] ?



Hujan Bulan Juni


1/
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

2/
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

3/
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Sapardi Djoko Damono


Ada apa dengan hujan di bulan Juni? Tidak terjadi apa-apa pada hujan di bulan Juni. Ia sedang asyik masyuk dengan ketabahan, kebijakan, dan kearifannya di langit. Juni memang musim kemarau seharusnya dan bukan saatnya hujan menemui pohon, bunga, tanah, dan segala yang ada di bumi. Saat itu hujan sedang bersiap turun menunggu saatnya menjumpai bumi. Hujan menahan rindu sekuat-kuatnya untuk tidak turun ke bumi. Berikut adalah pembacaan singkat tentang Hujan Bulan Juni.


“Mari kita mulai dari yang takmungkin,” Jacques Derrida

Membaca puisi berarti sedang membaca teks merdeka yang telah mendeklarasikan kemerdekaannya sesaat setelah penyair menyelesaikannya. Untuk mendapatkan makna terdalamnya, ia dapat dibedah dari sisi manapun, dengan logika apapun. Demikianlah Derrida mengajarkan cara membaca sebuah teks. Oleh sebab itu, kali ini Hujan Bulan Juni akan saya baca dengan pembacaan terbalik seperti ini:


3/
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

2/
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

1/
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu


Secara tipografi puisi ini berlogika dari bawah ke atas: 3, 2, lalu 1. Saya menggunakan logika dari bawah ke atas karena hujan bergerak dari musim hujan ke musim kemarau naik dari bawah ke atas. Hujan diserap oleh akar pada bagian paling bawah. Itulah sebabnya bait yang memuat tentang penyerapan itu disimpan pada akhir puisi. Bait kedua adalah penghapusan jejak, disimpan di tengah sebagai proses kepergian. Bait pertama adalah puncak perjuangan hujan bulan Juni menahan rindunya. Ia disimpan pada posisi paling atas karena pada bulan Juni hujan sedang berdiam diri di atas langit. Penjelasannya mari kita simak:

3/
//tak ada yang lebih arif/ dari hujan bulan Juni/ dua larik ini menggambarkan eksistensi kearifan hujan bulan Juni. Dengan larik ini Damono berani berkata secara lugas bahwa yang paling arif di dunia ini adalah hujan bulan Juni! Tidak ada yang lebih arif kecuali dia. Dalam kamus Bahasa Indonesia arif berarti bijaksana, paham dan mengerti. Mengapa hujan bulan Juni mendapat kemewahan kearifan dari Damono? Hal ini dijelaskan pada dua larik selanjutnya, //dibiarkannya yang tak terucapkan/ diserap akar pohon bunga itu// Dua larih ini bercerita tentang kerelaan hujan memberikan “yang takterucapkan” kepada pohon bunga. “Yang takterucapkan” ini tergambar jelas dalam puisi “Aku Ingin” yang sebelumnya telah dibahas dalam jurnal “Ketaksederhanaan dalam Aku Ingin SDD.” //Aku ingin mencintaimu/ dengan sederhana/ dengan isyarat yang taksempat/diucapkan awan kepada hujan/ yang menjadikannya tiada// Dalam bait ini Damon meminjam isyarat yang taksempat diucapkan awan kepada hujan sebagai cara mencintai. Lalu, sekali lagi Damono meminjam isyarat yang taksempat diucapkan awan kepada hujan ini sebagai “yang takterucapkan” dalam puisi Hujan Bulan Juni. “Yang takterucapkan” dalam puisi ini adalah cinta sederhana yang sebetulnya tidak sederhana. Ketaksederhanaan inilah yang membuatnya takterucapkan.

Pada musim hujan, bulan Oktober – April, hujan menemani pohon bunga dan membiarkan “yang takterucapkan” diserap akarnya. Beginilah cinta yang sederhana dimetaforkan. “Biar” adalah kata penghubung untuk menyatakan hal-hal yg tidak bersyarat. Hujan pada musim basah atau pada musim hujan memberikan energi kepada pohon bunga tanpa syarat. Bukankah sejatinya cinta adalah memberi tanpa mengharapkan balasan? Inilah mengapa hujan bulan Juni menjadi mahluk paling arif di dunia ini. Ia paham bahwa air sangat dibutuhkan oleh pohon bunga. Ia memberikannya dengan penuh kerelaan tanpa syarat. Ia mengerti bahwa air adalah kekuatan yang ditampung oleh pohon bunga untuk menghadapi musim kemarau. Air adalah bekal pohon bunga untuk menjalani April – Oktober tanpanya. Air adalah bekal yang menjadi energi untuk pohon bunga menghadapi jarak dan waktu yang memisahkannya dengan hujan. Hujan bulan Juni telah membiarkan dirinya yang lalu diserap oleh akar pohon bunga.

Inilah mungkin yang dimaksud dengan kearifan sejati dalam mencintai. Seseorang memberikan yang terbaik untuk yang dicintainya tanpa syarat. Cintanya memberi energi besar dan membuat yang dicintainya kuat menghadapi keterpisahan. Cintanya menjadi energi untuk menghapus bentangan jarak dan waktu. Cintanya mengalahkan rindu.

2/
//tak ada yang lebih bijak/ dari hujan bulan Juni// Melalui dua baris pertama dalam bait ini Damono kembali mengukuhkan hujan bulan juni sebaga satu-satunya mahluk yang paling bijak di dunia ini. Takada yang lebih bijak kecuali dia. Bijak berarti selalu menggunakan akal budinya, pandai, dan mahir. Mengapa hujan disebut bijak? Karena takada yang lebih logis, panda, dan mahir dalam menghapus jejak-jejak kaki daripada hujan bulan Juni. Hal ini disampaikan dalam dua larik berikutnya, // dihapusnya jejak-jejak kakinya/ yang ragu-ragu di jalan itu// Dalam kamus, jejak adalah bekas tapak kaki; bekas langkah.  jatuhnya kaki di tanah dsb; tingkah laku (perbuatan) yg telah dilakukan; perbuatan (kelakuan) yg jadi teladan; bekas yg menunjukkan adanya perbuatan dsb yg telah dilakukan. Jekak kaki adalah penanda kehadiran. Hujan hadir semusim, menemani pohon bunga. Sampai musim panas datang, ia dengan cermat menghapus keberadaannya. Ia merelakan keberadaan dirinya menjadi ketiadaan selama semusim mendatang. Kepergiannya adalah sebuah keniscayaan.

Menghapus jejak yang ragu-ragu, kacau adalah sesuatu yang harus dilakukan agar tidak ada yang berbekas di bumi. Tidak ada apapun dan siapapun yang tidak ragu meninggalkan apa atau siapa yang dicintainya bukan? Tidak ada apapun dan siapapun yang mau meninggalkan apapun dan siapapun yang dicintainya, termasuh hujan. Ia masih ingin membersamai pohon bunga sampai tiba masanya pohon itu benar-benar berbunga. Namun, musim panas adalah keniscayaan. Menghapus jejak-jejak kaki adalah keharusan. Menghapus tanda keberangkatannya pergi meninggalkan pohon bunga adalah kewajiban agar yang ditinggalkan takterlalu sedih.

1/
//tak ada yang lebih tabah/ dari hujan bulan Juni// Damono menobatkan hujan bulan Juni sebagai sesuatu yang paling tabah di dunia ini. Dalam kamus, tabah berarti tetap dan kuat hati (dalam menghadapi bahaya) dan berani. Kata ini menggambarkan kekuatan yang amat besar. Ia tidak identik dengan sikap menyerah dan kediaman. Tabah adalah tanda perjuangan hati untuk tetap kuat. Itulah mengapa ia digunakan untuk mengibaratkan sesuatu yang sedang menahan rindu. Dulu, kemarau pada bulan Juni hampir menjadi sebuah keniscayaan. Inilah yang menjadi alasan Damono menggunakan hujan bulan juni sebagai metafora perindu yang takada yang lebih tabah darinya dalam hal merahasiakan rindu. Kerahasiaan rindu yang ia ciptakan bukan gambaran ketakutan melainkan gambaran keberanian.

//dirahasiakannya rintik rindunya/ kepada pohon berbunga itu// Dua larik ini menggambarkan bahwa hujan memutuskan untuk merahasiakan kerinduannya pada pohon berbunga sampai pada rintiknya. Rinti adalah bagian terkecil dari hujan. Rintik rindu adalah bagian terkecil dari rindu. Dengan demikian, hujan telah memutuskan untuk takserintikpun rindunya yang boleh diketahui oleh pohon berbunga itu. Ia tutup rapat menjadi sebuah rahasia paling rahasia. Ia merahasiakannya agar yang dirindukan tetap subur. Pohon apapun yang disiram pada waktu taktepat justru akan mati. Tentu hujan takmenginginkan pohon bunga itu mati.

Kepada siapa hujan bulan juni merahasiakan rindunya? Ya, hujan rindu kepada pohon berbunga. Tidak akan ada rindu tanpa pertemuan sebelumnya bukan? Bait inilah yang menggambarkan bahwa pada musim sebelumnya hujan telah bertemu dengan pohon bunga. Bait ini merangkup bait sesudahnya. Setelah kepergiannya, pohon bunga itu mulai berbunga. Hujanlah yang mengalirkan energi agar pohon yang sebelumnya takberbunga menjadi berbunga. Energi inilah yang menjadi ibarat dari cinta. Semusim hujan mengalirkan cintanya kepada pohon dan semusim ia harus menahan dirinya. Pada musim penantian, itulah waktu yang paling menguras energi bagi hujan. Pada saat itulah puncak perjuangan kekuatan hati hujan sebagai metafora dari perindu. Ia merahasiakan rindu setelah sebelumnya menghapus jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu. Inilah alasan terkuat yang membuat hujan bulan Juni menjadi sesuatu yang paling tabah.

Ketabahan inilah yang harus dimiliki setiap orang yang menghadapi keterpisahan. Ia sunyi, senyap, takberisik tapi penuh keyakinan bahwa yang dirindukan sedang baik-baik saja. Kerinduannya paripurna karena sebelumnya ia telah membekali yang ditinggalkannya dengan energi cinta yang sempurna. Ia hanya menjalani kerinduan bukan kekhawatiran. Ia hanya menahan diri dari keinginan untuk bertemu bukan ketakutan akan ditinggalkan. Cintanya sudah maksimal dialirkan, cintanya sudah genap memberikan energi kepada yang ditinggalkan untuk bertahan menghadapi keterpisahan. Cintanya seperti “yang takterucapkan” membuat pohon bunga menjadi pohon berbunga. []








*aku adalah orang yang memandang sesuatu dari perspektifku sendiri. silakan memiliki analisisi yang berbeda ^^8

*gambar dari om google dan lupa linknya

24 komentar:

Linda Shabrina mengatakan...

Bacalah dengan sabar karena aku menulisnya dengan penuh kesabaran pula. *maaf panjang :D

Farid Asbani mengatakan...

menandai.. *mau pulang dulu

Linda Shabrina mengatakan...

hati-hati di jalan ^^

Iwan Yuliyanto mengatakan...

Keren sekali bisa mengartikan musikalisasi puisi-nya Damono.

Linda Shabrina mengatakan...

Mas Iwan juga suka dengerin musikalisasinya? wah! :D

titin titan mengatakan...

ajarin lhaa.. memandang tak hanya selalu dari rasa ;d

Iwan Yuliyanto mengatakan...

Koleksi malah :)

Linda Shabrina mengatakan...

nanti aku analisis "Hatiku Selembar Daun" InsyaAllah *pengeeen :D

Iwan Yuliyanto mengatakan...

wuihh.. keren, ditunggu ya.
"Akan Kemanakah Angin" dimasukin juga dalam daftar antri yg mau dianalisis ya :)

Iwan Yuliyanto mengatakan...

Saya suka banget dg pesan moral ini yg merupakan inti dari puisi Hujan Bulan Juni.

Linda Shabrina mengatakan...

iya.. memberi tanpa syarat ^^

Linda Shabrina mengatakan...

kepekaan itu ada dua: peka memilah kata menjadi puisi dan peka membaca kata pada puisi. kepekaan kita berbedan nampaknya ^^

Linda Shabrina mengatakan...

insyaAllah ^^

Farid Asbani mengatakan...

saya melihatnya sebagai "cinta yang ditahan". tapi justru dalam "tahanan"itu ia menjadi tulus, memberikan apa yang berarti untuk "pohon bunga".

Sejauh ini, musikalisasi puisi yang paling saya suka adalah musikalisasi puisinya rendra "Sajak Seorang Tua Untuk Istrinya". Kalau yang Mr. Sapardi kebanyakan dibuat lagu. Dan saya cenderung lebih menikmati "pembacaan" daripada syair yang dinyanyikan.

Linda Shabrina mengatakan...

kita bebas menafsirkannya, tapi harus jelas kata perkatanya. Soalnya kalau sudah diterjemahkan tiap kata, puisi ini akan menuntun kita pada logikanya...

dulu aku masih suka denger musikalisasi. sekarang udah nggak lagi ^^

Linda Shabrina mengatakan...

1. Bang Hasan sedang merenungi puisi dan aku sedang membedahnya: tentu berbeda.

2. Dalam analisi atau pembedahan puisi, mengutip perkataan penyair "haram" hukumnya. Bagi peneliti, karya sastra sifatnya otonom, berdiri sendiri. Tidak perlu ditanyakan alasan a, b, c, soal kenapa begini, kenapa begitu kepada penyair. Bang Hasan di sana jelas sangat banyak mengutip perkataan Damono.

3. Bagi pembedah puisi, bertanya tentang puisi kepada penyairnya sama dengan "memperkosa" penyair. Jadi, haram kukumnya.

dyas chasbi mengatakan...

hwaaa tetehh....
kerren! jadi mikirr, dyas nya.

teteh pinterr banget, c...

Linda Shabrina mengatakan...

jadi mikir apa Yas?

dyas chasbi mengatakan...

ya jadi mikir kalo puisi2 tuh kalo benerr2 digali bisa banyaakkk banget makna nya.
selama ini ya baca puisi baca aja. udah. gak sampai mikir jauh kaya' teteh begini...

Linda Shabrina mengatakan...

Setelah dikomparasi dengan jenis tulisan lain, kalimat paling efektif itu cuma ada di puisi Yas.. Jadi, maknanya dalam ^^

siti maemunah mengatakan...

*tandai dulu

Linda Shabrina mengatakan...

silakan ^^

Sittati Chasanah mengatakan...

sukaa dengan puisi ini.. :)

Linda Shabrina mengatakan...

Sittach: aku juga °\(^▿^)/°

Posting Komentar