29 Agu 2012

Hidup Taklebih Dari Soal Kehilangan Bukan?


"Hidup taklebih dari soal kehilangan bukan?" Demikian seorang teman bertutur ketika kami bercerita soal kehilangan dan masa lalu.

"Aku takpunya apa-apa maka itu aku takkan kehilangan apa-apa" begitu pernyataan saya selanjutnya saat menimpala pernyataan kawan saya tadi.

Setelah perbincangan itu, saya menemukan banyak contoh soal kehilangan ini. Hidup memang taklebih dari soal kehilangan. Kehilangan uang, kehilangan teman, kehilangan barang, kehilangan kekasih, kehilangan keluarga, bahkan kehilangan iman. Lantas apa yang dapat kita pelajari dari peristiwa kehilangan ini? Pertanyaan ini yang berkecamuk dalam pikiran saya.

Dalam kamus Bahasa Indonesia terdapat beberapa pemaknaan soal hilang dan kehilangan:

hi•lang v 1 tidak ada lagi; lenyap; tidak kelihatan 2 tidak ada lagi perasaan (spt marah, jengkel, suka, duka), kepercayaan, pertimbangan 3 tidak dikenang lagi; tidak diingat lagi; lenyap 4 tidak ada, 5 meninggal

ke•hi•lang•an 1 n hal hilangnya sesuatu; kematian; 2 v menderita sesuatu krn hilang


Ternyata dalam kamus, hilang dapat dimaknai dalam dimensi fisik dan emosional. Pada dimensi fisik, sesuatu hilang dan benar-benar tidak ada lagi secara fisik maupun emosional. Pada dimensi emosional, sesuatu atau seseorang mungkin saja masih ada di dunia ini secara fisik tapi ia sudah tidak dikenang lagi dalam dimensi emosional kita. Yang paling pasti, makna kehilangan dalam bahasa Indonesia adalah "menderita sesuatu karena hilang." Setiap kehilangan pasti mengakibatkan penderitaan, walaupun penderitaan tersebut bisa berlangsung dalam waktu lama atau sebentar. Lama sebentarnya penderitaan ini bergantung seberapa berharga benda atau seseorang yang hilang tersebut.

Dalam perkara kehilangan, kesadaran bahwa kita takmemiliki apa-apa, semua adalah milik Allah Swt merupakan pakem yang harus dipegang. Namun, sebelum kehilangan terjadi, Allah Swt menugasi kita untuk berjuang mempertahankan apapun yang ada pada genggaman kita. Inilang yang disebut tanggung jawab atas sebuah titipan. Jika segala sesuatu yang ada pada genggaman dimaknai sebagai titipan, kita pasti akan bertanggung jawab menjaganya.

Pada uang, pada keluarga, pada benda, pada cinta, pada iman, dan pada apapun, jika kita menempatkannya sebagai sesuatu yang harus ditanggungjawabi maka kita takkan pernah memiliki apa-apa dan takkan pernah kehilangan apa-apa. Uang yang kita kelola dengan penuh tanggung jawab pasti tidak akan hilang dan justru mendatangkan uang yang lain. Keluarga, cinta, iman yang kita jaga dengan penuh tanggung jawab tidak akan hilang dan justru akan melahirkan hal lain. Hal lain itu bisa berupa perasaan tenang, tentram, atau bahkan berupa pahal surga.

Kesadaran takmemiliki apa-apa ini bukan berarti kita pasrah diri dan takberusaha untuk mempertahankan yang ada pada genggaman kita. Kesadaran takmemiliki apa-apa ini melahirkan tanggung jawab untuk menganggap bahwa setiap yang ada dalam genggaman adalah titipan Allah Swt. Kita harus bertanggung jawab untuk menjaganya. Saat apa-apa yang ada pada genggaman kita hilang, itu adalah pertanda bahwa kita telah gagal bertanggung jawab menjaganya.

Sebagai contoh, keimanan yang telah Allah Swt berikan kepada kita. Hal ini sangat jarang dimaknai sebagai sebuah anugerah. Ia hanya dimaknai sebagai sesuatu yang given tanpa dirasa ada tanggung jawab untuk mempertahankannya. Maka pada segala sesuatu yang sebenarnya dapat mengikisnya, kita terkadang lengah dan sedikit demi sedikit kehilangan kekuatan iman. Hidup itu taklebih dari nafsu yang datang mengikis iman. Nafsu biasanya berkaitan dengan hal-hal yang menyenangkan dan disukai manusia. Harta, tahta, dan wanita biasanya menjadi ujian nafsu-nafsu kita. Memiliki harta, tahta, dan wanita dengan cara yang takbertanggung jawab biasanya menjadi penyebab hilangnya iman. Hal-hal yang berkaitan dengan pemuasan nafsu pasti menyenangkan, tapi apalah artinya hidup ini bila hanya penuh dengan pemenuhan nafsu tanpa tanggung jawab? Hidup takada harganya sama sekali di hadapan Allah Swt. Padahal celakalah kita ketika kehilangan iman. Apa jadinya masa depan kita di akhirat saat iman sudah tidak ada pada diri?

Contoh lain adalah anak-anak kita. Kita sering melihat anak-anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen, pengemis, atau bahkan gelandangan. Tanpa tanggung jawab, kita hanya akan kehilangan anak-anak kita. Anak-anak kita tentu tidak akan kabur dari rumah jika dididik dengan penuh tanggung jawab. Bila kita menganggapnya sebagai milik kita tanpa bertanggung jawab atasnya, bersiaplah kehilangan mereka. Saat mereka melakukan kesalahan, yang muncul adalah logika benar-salah. Aku benar dan kamu salah.

Saat mereka memilih untuk berteman dengan anak-anak punk yang takjelas arah masa depannya, kita terkadang akan menyalahkan mereka. Padahal pasti ada andil kita dalam ketakjelasan pilihan lingkungan mereka. Allah Swt menitipkan anak-anak tentu harus dijaga dengan tanggung jawab. Boleh jadi mereka adalah ujian keimanan untuk kita. Boleh jadi kita tidak menganggapnya sebagai titipan Allah Swt, akhirnya Allah Swt menguji kita dengan pilihan mengikuti jejak anak-anak yang kabur dari rumah. Boleh jadi kita menganggapnya sebagai milik kita dan lupa menyerahkan penjagaan atas anak-anak kita kepada Allah Swt. Anak-anak itu adalah milik Allah Swt, kita mendapat amanah dititipi dari Allah Swt, tapi secara maknawiyah biarlah Allah Swt sebagai pemiliknya yang menjaga mereka.

Apapun yang dikaruniakan Allah Swt kepada kita menyisakan tanggung jawab pada akhirnya. Sebelum kehilangan apapun, tugas manusia hanya menjaga dengan penuh tanggung jawab. Jangan sampai Allah Swt mengambil titipan-Nya karena kita takpernah menjaga titipan-Nya dengan penuh tanggung jawab. Jagalah apapun yang Allah Swt karuniakan sebelum kita kehilangannya.

"Apapun yang dijaga dengan penuh tanggung jawab akan menyertai kita sebagai masa depan, dan apapun yang takpernah dijaga dengan tanggung jawab hanya akan hilang menjadi masa lalu."

21 komentar:

Linda Shabrina mengatakan...

selalu suka ngelihat hasil posting di MP ^^

*di WP gak bisa rata kanan-kiri*

titin titan mengatakan...

iyah gitu gak bisa? kan ada juga pengaturannya. lebih lengkap malah dr MP *buruburu liat lagi #lupa jugaa ;d

Linda Shabrina mengatakan...

kagaak adaaa >,<

avizena zen mengatakan...

karena semua yang kita miliki hanya milik Allah

ralat: pinjaman

avizena zen mengatakan...

wp nya apa?

Linda Shabrina mengatakan...

langitshabrina.wordpress.com bun ^^

*belum minta maaf sama bunda* :D

maaf lahir batin yah.. hehehe

avizena zen mengatakan...

sama sama :)

ok ku follow yaa

Linda Shabrina mengatakan...

daku juga udah follow bundaaa...

titin titan mengatakan...

adaaa, postingan titin jg suka beginiih.
di klik klik pas mau posting nya liat2 icon2 di atasnya

Linda Shabrina mengatakan...

teh tin kebanyakan nulis rata tengaaah :p

coba minta link yang rata kanan kiri *minta bukti* :p

Salman Rafan Ghazi mengatakan...

Ish, itu yang awal kalimatku bukan? *ge er*

Linda Shabrina mengatakan...

ish, ada yang ge er

dyas chasbi mengatakan...

mencari - menemukan - kehilangan
mencari lagi - mendapatkan - kehilangan

kapan punya banyak nya, teh? -______-"

Linda Shabrina mengatakan...

kalo tanggung jawab, semua akan kembali di akhirat

dyas chasbi mengatakan...

#jlebb sangat

titin titan mengatakan...

oh, jadinya temen yg dimaksud tofan ;p

titin titan mengatakan...

tin gak suka nulis rata beginian, suka juga rata kiri malahan ;p

niy yg rata kanan kiri http://titintitan.wordpress.com/2012/08/06/catatan-ramadhan/

Linda Shabrina mengatakan...

carinya di mana biar bisa gitu?

Linda Shabrina mengatakan...

ternyata nemu caranya. mudah sekali :p

Linda Shabrina mengatakan...

siapapun lah ya.. :p

titin titan mengatakan...

;p

tin mah yg msh belum bisa stabil bikin spasi termasuk paragraf. suka gak ngerti biar gak kejauhan jaraknya. -.-

Posting Komentar